Oleh: Veldy R Umbas SE
Perseteruan besar antar kedua paham ini memang telah mengakar sejak dicanangkanya manifesto kumunis oleh Marx. Paham yang telah mencanangkan perlawanan revolusioner terhap borjouis dan pemilik kapital, dengan melihat perkakas produksi sebagai kesetaraan dari sikap sama rata dari
para proletariat. Negara yang mengakomodasi ini telibat dalam gerakan revolusioner guna memangkas overproduksi borjuis dalam bingkai kesetaraan tersebut. Namun seperti ungkapan Marx; Im not a marxis itupun telah membuat wacana marxisme bergerak sesuai tipikal cultural. Lenin dengan gayanya, Trotsky dengan kekhasannya, lalu radikalis Polpot mencoreng sosial demokratnya Alande di Chili.
Mungkin ketidak kokohnya pahamnya itu, yang tidak secara lengkap dimanifes kedalam kultur sehingga Aidit lalu memulai gerakan refolusionernya di Indonesia. Tapi amburadulnya komunis Indonesia justru diduga telah dimanfaatkan oleh Kapitalis melalui agen CIA memporak-porandakan idialisme komunis. Akhirnya jutaan orang korban, baikyang benar-benar komunis, maupun yang ternoda berakhir pada pedang terhunus penentang-penentang komunisme.
Tahun 965 dan 1966 adalah sejarah paling berdarah sepanjang perjalanan bernegara di Indonesia. Moh Hatta yang notabene beraliran sosialis memang sepertinya terjebak dalam dunia marxis yang memang paradoks ketika itu. Disatu sisi tekanan terhadap munculnya sistim ekonomi
rakyat basis Islam seperti PSII dan Masyumi telah memberi nuansa baru perebutan klas proletar di Indonesia. Seperti juga Tan Malaka yang terjepit diantara dialektik marxis dan realita sosial kultural masyarakat Indonesia. Tapi Bung Karno yang lebih demokrat memang tak mau ambil resiko lalu kemudian memancang slogan NASAKOM adalah kombinasi kekuatan interklas dan spirit perjuangan Indonesia ketika itu yang sangat mendapat celaan internasional, karena kasus Malaysia dan Papua.
Disintegrasi disinyalir dihembuskan oleh kapitalis barat yang memang marah terhadap Sukarno yang senang berkiblat ke Moskow dan RRC. Gerjakan PRRI/Permesta semakin kuat menghentak Jakarta sebagai pengambil kebijakan. Sementara grilya radikalis NII semakin menusuk jantung Jakarta.
Semuanya karena Jakarta dituduh telah dikukung oleh lingkaran orang-orangnya Aidit. Lalu seperti bisik-bisik itu-karena fakta yang sebenarnya belum terungkap, kup dengan sandi dewan jenderal itu dirancang untuk menggulingkan pemerintahan Sukarno, dengan mengkambinghitamkan partai komunis yang dituduh membunuhi para jenderal (dewan Jendral itu). Sukarno jatuh, tak lama setelah angkatan darat menguasai Jakarta. Segera setelah itu, kapitalis kemudian menjadi panglima di Indonesia.
Hanya karena persoalan idiologi, kembali AS yang sadar akan kekurangan Indonesia, pembangunan kropos, pembangunan yang lebih kepada proyek-proyek long term return dengan kapitalisasi yang besar, maka hadirlah George Soros, seorang Yahudi Amerika yang menjadi striker dengan tajam menikam lambung ekonomi Indonesia. Dan krisis moneter berakibat pada jatuhnya Soeharto pada Mei 1997. Alasannya sederhana, Madeline Albrigh bahkan waktu itu sinis mengatakan bahwa, kok hanya seorang Soros bisa menjatuhkan Ekonomi suatu bangsa yang besar. Tapi ucapan Madeline itu
telah diawali dengan kekesalannya terhadap usulan Menristek Habibie agar pembelian pesawat F16. Tapi Rudi, demikian dirinya akrab dipanggil, setelah berkuasa telah membuat kesalahan yang juga dinilai AS sebagai bentuk penghianatannya. Rudi tidak secara tulus menjalankan jajak pendapat
di Timor-Timur. Buktinya, Rudi tidak bisa menghalangi para milisi dan TNI melakukan kejahatan kemanusian yang besar di sana. Ungkap salah seorang senator yang dikenal sangat kritis kepada Indonesia. Kini Gus Dur pun tengah mengambil langkah berani. Setelah aplaus panjang yang dinikmatinya saat memberikan pidato didepan para pimpinan negara PBB awal september lalu, tapi kecaman keburuh datang. Dan kali ini tampaknya Gus Dur tampil dengan NASASOS. Nasionalisme, Agama, dan Sosialis. Kata Harry Singh, sekjen Aliansi Nasional (gabungan 11 partai nasionalis). Apakah nasibnya bakal hancur seperti Nasakomnya Sukarno? Who knows.***
1 komentar:
salam sosialis!!
kunjungan perdana dan berharap kesedianya berkunjung ke gubuk saya
Posting Komentar